
Perjalanan kami kali ini
city tour ke Lasem, Rembang. Tak
hanya mengenal kebudayaan dan sejarah kota yang dijuluki Tiongkok
Kecil, kota di pesisir utara Pulau Jawa ini juga menyediakan wisata
belanja.
Tujuan pertama kami adalah mengunjungi Desa Wisata
Batik Babagan. Tak sulit menemukan tempat ini. Gapura besar bertuliskan
informasi desa wisata ini berdiri megah di sisi selatan jalan utama
Pantura. Tak jauh dari gapura ini, berdiri baliho peta wisata yang
menunjukkan beberapa pusat batik di Babagan.
Di kawasan ini,
kita bisa melihat rumah-rumah tua khas Tiongkok. Mayoritas, milik
pengusaha batik. Kami memilih rumah batik Sekar Kencana yang berjarak
sekitar 250 meter dari gapura masuk sebagai tujuan pertama.
Sekar
Kencana merupakan rumah batik milik Sigit Witjaksono yang juga tokoh
Tionghoa. Di rumah ini, Sigit memiliki sekitar 20 pegawai. Mulai pembuat
pola, membatik, sampai tenaga pendukung hingga kain batik siap jual.
"Saya sendiri yang membuat gambar, selanjutnya pegawai yang membuat pola
di kain," ungkap Sigit.
Di usianya yang menginjak 85 tahun,
Sigit masih sigap. Dia tak segan menjelaskan dan menunjukkan dapur
pembuatan batik. Ada yang tengah Nglengkreng, Nerusi, Ngelir, Nembok,
Nglorot, juga menjemur kain. "Tidak ada batik cap di Lasem, semua batik
tulis. Dibutuhkan waktu hingga satu bulan untuk menghasilkan satu kain
batik. Itu sebabnya, harga batik Lasem mahal," jelasnya.
Sigit
menyebut, ada tiga motif batik khas Lasem. Yakni, Latohan, Sekar Jagad,
dan Watu Pecah atau Kricak. Latohan merupakan buah dari tanaman yang
hidup di tepi laut pesisir utara Pulau Jawa. Sementara Sekar Jagad
merupakan kumpulan motif bunga yang terserak.
"Watu Pecah atau
Kricak merupakan motif yang terinspirasi dari pembangunan jalan proyek
Daendels, Anyer-Panarukan," terang Sigit.
Tak hanya
mengandalkan tiga motif batik tersebut. Sigit yang merupakan generasi
kedua dari keluarga Njo yang membuat batik membuat terobosan. Dia
memadukan motif batik dengan aksara Tiongkok. "Kami ingin membuktikan,
batik Lasem memang memadukan budaya Jawa dan Tionghoa seperti
sejarahnya," imbuhnya.

Tak puas melihat proses membatik di Babagan, kami melanjutkan
perjalanan ke "Purnomo Batik Art and Handicraft" di Jalan Gedungmulyo.
Lokasi ini berseberangan jalan dengan Sentra Batik Babagan.
Di
tempat ini, kami melihat proses pembuatan batik dan memilih-milih batik
yang bisa dijadikan oleh-oleh. "Batik Lasem memiliki warna khas abang
getih pitik dan biru. Warna pesisir memang identik terang, itu sebabnya
kami menggunakan pewarna kimia. Belum bisa menemukan komposisi pas
kalau menggunakan pewarna alam," terang Gustav N Purnomo, pengelola
rumah batik tersebut.
Gustav juga tak pelit membagi informasi
terkait pembuatan batik. Juga, mengajak kami berjalan-jalan di tempat
pembuatan batik. Menurut Gustav, kedatangan Laksamana Cheng Ho di Lasem
membuat budaya dan tradisi di Lasem kental akan Tiongkok. "Itu juga
mempengaruhi batik. Warna dan motif merupakan perpaduan Jawa dan
Tiongkok. Motif burung hong, naga, kura-kura dan kupu kupu kental akan
filosofi Tiongkok," jelasnya.
Batik Lasem dibanderl Rp 700.000 hingga lebih dari Rp 1 juta per potong. Anda ingin membawanya sebagai oleh-oleh?
sumber :
abduh1.blogspot.com